Friday, September 08, 2006

Oleh-oleh dari Budapest

Cerita ini berawal dari lawatan saya beberapa waktu lalu ke Budapest, ibukota Hungary. Saya menyempatkan diri untuk meng-explore kota terindah di Central Europe itu selama 2 minggu.
Budapest sangat indah. Dengan Danube river-nya. Dengan Buda var-nya. Dengan danau Balaton-nya. Dengan keramahan orang-orangnya.

Sebelum saya memutuskan diri untuk berlibur di Budapest, terbayang betapa angkuh dan arogannya orang-orang Eropa Timur dengan stigma eks-negara komunis. Entah mungkin persepsi itu hasil dari propaganda Amerika yang sudah berhasil ditanamkan di benak saya, ataukah memang kenyataan nya seperti itu.

Tapi, alangkah terkejutnya saya melihat kenyataan yang sebenarnya. Budapest dan orang-orangnya sangat ramah. Walau mereka memang jarang tersenyum -itu mungkin sudah default mereka- tetapi perilaku mereka tidak se-angker propaganda Amerika tadi.

Satu hal yang membuat saya kagum. Negara tersebut baru mulai menggeliat dari keterpurukan Uni Sovyet sekitar tahun 1997. Persis dengan tahun dimana krisis ekonomi yang menimpa Indonesia. Tapi, kemajuan yang sudah mereka raih sungguh ajaib. Banyak isu berredar tentang kemajuan Hungary dibanding dengan negara- negara eropa timur lainnya. Salah satu isu yang cukup santer adalah kehadiran jewish yang cukup dominan di negara itu. Dan kalau saya melihat dengan kepala sendiri, memang benar isu tersebut. George Soros sangat berperan di negara tersebut. Bahkan, di jantung kota Budapest, berdiri dengan megah Synagoge yahudi. Selidik punya selidik, bangsa hungaria memiliki keterikatan yang cukup dalam kepada bangsa yahudi. So, isu tersebut ternyata benar adanya.

Sejenak, saya ingat diskusi saya dengan teman serumah saya tadi malam. Betapa powerfulnya bangsa yahudi ini sehingga mereka seolah-olah menjadi 'invisible hand' dibalik kekuasaan yang ada di dunia. Lihat saja kejadian di Lebanon. Ngga ada satupun yang berani mengutuk dan memberi sanksi pada Israel. Kenapa? Karena semua orang sudah jadi bangsa yahudi, apalagi Amerika dan Inggris.

Tapi, sudahlah. Kembali ke Budapest.

Kota ini sebenarnya terdiri dari dua wilayah: Buda dan Pest. Kedua wilayah ini dipisahkan oleh Danube river, dan ada sekitar 5 jembatan yang menghubungkan antara Buda dan Pest. Buda adalah wilayah yang lebih tenang dan lebih cantik. Di Buda ini lah terdapat tempat-tempat atraktif yang sangat membelakakkan mata. Buda Var, St Martin Church, Centinel. Beberapa lokasi Bath and Spa juga banyak di sini. Ngga hearan banyak hotel-hotel disini. Sementara itu, Pest adalah pusat bisnis. Banyak kantor-kantor, pertokoan, dan klub malam di sepanjang Pest.
Buda dan Pest hidup dalam keteraturan mereka. Lokasi perumahan, pusat bisnis, bahkan pariwisata, sudah di set sedemikian rupa supaya tidak campur aduk. Ini juga memudahkan dalam mengorganisir public transportasi. Di Buda dan Pest, selain transportasi reguler seperti bus dan metro (underground), mereka juga memiliki trem yang menghubungkan pusat-pusat strategis. Selama 2 minggu kunjungan saya disana, praktis saya sangat nyaman menikmati public transportation dan tidak pernah kepikiran untuk naik taksi.

Itulah, kenapa Jakarta tidak bisa mencontoh seperti itu ya? Hmm.. Mungkin Pak Sutiyoso sebaiknya harus study banding ke Budapest, daripada study banding ke Brasil beberapa waktu lalu untuk mempelajari sistem transportasi disana.

Gimana, Pak Sutiyoso.. nanti saya temenin kalo mau ke Budapest.. hehehe

0 Comments:

Post a Comment

<< Home