Saturday, September 09, 2006

Medium-Term Expenditure Framework

Salah satu reformasi budgeting yang sedang menggejala di berbagai belahan dunia adalah Medium-Term Expenditure Framework (MTEF). Metode ini sangat gencar diadvokasi oleh lembaga donor seperti World Bank dan IMF. Dengan jargon sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan sebuah 'Poverty Reduction Strategy Programs', kedua lembaga donor tersebut meng-enforce negara-negara yang menerima bantuan dari kedua institusi tersebut untuk mengimplementasikan MTEF dalam proses penyusunan dan pengimplementasian budgeting mereka.

Sebenarnya, apa sich MTEF itu? Menurut definisi dari World Bank (1998), MTEF merupakan sebuah kerangka berpikir yang mensinergikan antara perencanaan (dari sisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah), pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara untuk tahun bersangkutan dan beberapa tahun yang akan datang.

Sekilas sich sama dengan bentuk metode budgeting biasa, tetapi yang membedakan adalah proses kesinambungan dari sebuah public expenditure management. Dengan demikian, yang difokuskan tidak hanya bersifat short term saja, tetapi juga kepada broad policies untuk jangka menengah.

Dalam MTEF, unsur terpenting yang harus dilakukan adalah institutional arrangements. Unsur penentu kebijakan dibidang perencanaan dan finance sebaiknya diintegrasikan untuk mempermudah dalam proses pengelaborasian broad policies tadi.

Mengapa MTEF menjadi penting? Pertama, menjamin predictability. Dengan berbasiskan metode forward estimates aggregate resources, unsur predictability menjadi lebih mudah untuk diraih. Kendala yang selama ini dialami oleh negara berkembang adalah overly estimates terhadap proyeksi penerimaan negara. Sementara itu, sikap yang terlalu optimis ini tidak dibarengi oleh kapasitas 'pemungut' pajak ataupun tax potential itu sendiri. Di sisi pengeluaran, terdapat perbedaan pandangan antara Ministry of Finance dan Line ministries, dimana MoF menganggap bahwa expenditure estimation tergantung pada "availability", sementara Line ministries umumnya melakukan estimasi terhadap iberdasarkan "needs". Mismatch perception ini kerap menimbulkan friksi dalam proses penyusunan anggaran.

Dengan mengimplementasikan MTEF, kemungkinan konflik tersebut bisa diperkecil. Dengan mengkonstruksi sebuah kerangka kerja dan prioritas jangka menengah yang mendeskripsikan broad policies untuk -at least- lima tahun ke depan, hal ini akan lebih memudahkan dalam melakukan kontrol terhadap uang publik. Khusus bagi bagi MoF, kondisi ini akan mempermudah dalam mengenalkan istilah 'hard budget constraints' kepada line ministries. Hal ini karena penyakit yang selama ini menjalar di negara berkembang adalah line ministries cenderung melakukan rent-seeking behaviour dalam menetapkan anggaran belanja mereka.

Kecenderungan untuk tidak efisien dan memaksimalkan anggaran pengeluaran line ministries, membuat MoF kesulitan dalam mengatur uang negara tersebut. Terkadang upaya 'pemotongan' anggaran line ministries tersebut dianggap sebagai upaya 'pengurangan' kualitas atas public service, padahal dari kaca mata MoF, segalanya tergantung availability keuangan negara.

Makanya, MTEF menjembatani konflik tersebut melalui perencanaan yang berkesinambungan dan terkontrol, dan lebih penting lagi, menjamin predictability dalam resource flows dan kriteria untuk public expenditure.

Kedua, meningkatkan kualitas dalam pengambilan kebijakan. MTEF menjamin terbentuknya sebuah mekanisme untuk sarana konsultasi dan debat antara MoF, line ministries, parlemen, dan civil society (salah satu bentuk citizen participatory dalam budgeting). Dengan adanya serangkaian diskusi dan pembahasan yang 'sehat' antara para pengambil kebijakan tersebut, kualitas proses penyusunan anggaran tersebut dapat legitimate. Untuk itu, para ekspatriat di WB dan IMF menyebut MTEF sebagai sarana untuk me-legitimate proses pengambilan kebijakan.

Ketiga, MTEF juga terbukti dapat menjadi sarana untuk mekanisme transparansi dan accountability. Pengalaman di negara-negara berkembang yang telah mengadopsi MTEF (seperti South Afrika dan Uganda) menunjukkan bahwa MTEF terbukti meningkatkan audit trail dalam rangka meningkatkan akuntabilitas publik. Bentuk dan jabaran anggaran negara ke dalam sebuah konstruksi berdasarkan fungsi (organisasi), program, kegiatan, dan jenis belanja dari sisi nilai ekonomi membuat penganggaran berdasarkan MTEF ini memberika ruang gerak bagi MoF, Parlemen, dan civil society dalam melakukan check and balances terhadap kinerja dan performance line ministries.

Namun, tidak semua model sempurna. Problem yang mungkin ditimbulkan dari information assymetry antara MoF dan line ministries dapat mengganggu kesinambungan dalam proses kerja sama antar instansi tersebut. Sebuah kondisi yang menempatkan MoF sebagai planner sementara line ministries sebagai administrator, membuat distance antara MoF dan line ministries. Bila kondisi ini tidak di-overcome melalui sebuah rekonsiliasi politik, maka problem assymetry tersebut agak sulit untuk diminimalisasi.

Permasalahan yang lain adalah dibutuhkannya kombinasi antara top-down dan botton-up decision yang harmonis. Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia yang kapabel untuk bisa mengelaborasi kedua pendekatan tersebut. Pentingnya informasi yang valid dan reliable, juga menentukan keberhasilan pengimplementasian MTEF di negara berkembang.

Permasalahan lain yang cukup penting adalah political will. Tanpa komitmen politik yang cukup tinggi untuk menerapkan MTEF, maka mustahil MTEF akan berlaku secara efektif. Mengapa ini menjadi sebuah bentuk permasalahan? Hal ini karena the nature of MTEF itu sendiri yang menjamin tercapainya akuntabilitas publik melalui audit trail tersebut sehingga menyebabkan dibutuhkannya political commitment dari kalangan eksekutif, legislatif, dan judikatif. Tentunya hal ini akan sangat 'membahayakan' bagi para rent-seeker yang mengambil 'keuntungan' dari uang publik. Political commitment juga terkait dengan bekerjanya law enforcement sehingga memungkinkan proses akuntabilitas publik ini dapat terlaksana.

Dari uraian tersebut kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Sebuah model akan diperbaharui lagi dengan model yang lainnya karena adanya kelemahan terhadap model tersebut. Begitu seterusnya sampai ditemukan metode yang terbaik yang dapat mengakomodasi kemungkinan kelemahan yang mungkin ditimbulkan. MTEF belum tentu merupakan model yang terbaik untuk menyusun, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan anggaran negara, tetapi konsep dasarnya yang mengedepankan prinsip kesinambungan, transparansi, dan akuntabilitas sangatlah menarik untuk dikaji lebih lanjut.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home