Saturday, September 09, 2006

Learn to appreciate of what we thought is not important

Siang ini saya kembali bereksperimen dalam hal memasak. Karena hari ini hari sabtu, tak ada salahnya saya kembali ke dapur untuk sekedar memuaskan aspirasi perut Indonesia saya dengan masakan Indonesia. Sudah hampir seminggu lamanya perut ini cuman diisi sandwich ala inggris kalo pas lunch. Kangen juga dengan masakan Indonesia.

Akhirnya setelah meneliti isi lemari es dan mencermati apa yang tersisa di situ, saya menemukan terong, cabe merah besar, tempe, dan ayam. Hmmm.. tercenung sejenak, kira-kira apa yang bisa dimasak dengan kombinasi semua itu. Setelah merenung sejenak dan mencari inspirasi, akhirnya saya memutuskan akan membuat kombinasi : Terong balado dan Tempe penyet. Ayamnya? Hm.. buat diner aja dech, karena masih frozen gitu, dan butuh waktu lama lagi untuk mengolahnya, padahal perut udah bernyanyi keroncong.

Setelah semua bahan terkumpul, mulailah saya melakukan aktivitas masak-memasak itu, yang jarang sekali saya lakukan waktu saya di Indonesia. Malah kalo boleh dibilang, ngga pernah, kecuali terpaksa karena Staff dirumah pulang kampung .. hehe..

Begitulah, disela-sela saya memotong terong dan tempe, saya teringat Staff saya dirumah. Mungkin beginilah perasaan nya waktu melaksanakan tugasnya menjadi pembantu di rumah saya. Memasak untuk saya. Menyediakan yang terbaik untuk saya... Ngga terbayangkan sebelumnya. Yang terkadang suka muncul adalah perasaan amarah kalo staff saya melakukan kesalahan. Masakannya terlalu asin atau ngga ada rasanya. Atau masakannya ngga enak sama sekali. Padahal, memang susah pekerjaan masak memasak.

Mengapa saya bilang susah?

Bayangkan, untuk bikin terong balado, saya harus ngulek cabe, bawang merah, bawang putih, tomat.. dan itu bukan pekerjaan yang mudah. Dan untuk bisa menghasilkan ulekan yang halus, saya harus bekerja keras menggerusnya sambil menahan air mata akibat aroma bawang yang memedihkan mata. Duh, sebuah pekerjaan yang ngga gampang. Saya cukup frustrasi karena ngga bisa menghasilkan gerusan yang halus, alhasil si bawang dan si cabe masih dalam kondisi yang cukup terlihat jelas dan ngga kegerus sama sekali.

Belum lagi waktu menggoreng tempe. Berapa kali saya kecipratan minyak panas waktu nggoreng si tempe. Alhasil beberapa titik di lengan saya harus rela diolesi odol, supaya ngga jadi luka. Duh duh.. goreng tempe aja so complicated gitu..

Pelajaran yang saya dapatkan dari memasak hari ini adalah, betapa berharganya jasa staff saya dirumah. Kecil sich sepertinya, tapi kalo tidak ada mereka, ngga tau deh apa yang terjadi sama saya. Mereka memang kelihatannya tidak berdaya .. hanya mengandalkan kebisaan memasak, mencuci, menyetrika, dan mengasuh anak. Mereka ngga punya bekal apa-apa untuk kehidupan mereka. Dan, again, apakah mereka punya cita-cita selain hanya mengabdi untuk majikan mereka?

Ngga terasa, air mata mengalir dari bola mata saya yang mungil dan imut itu (doohh..). Saya menyesal betapa saya kurang menghargai keberadaan mereka. Pekerjaan ngulek terong balado dan menggoreng tempe mungkin hal yang kecil buat mereka, tapi itu sangat berat buat saya. Saya mengagumi betapa kegigihan mereka untuk hidup dan mengabdi pada majikan mereka.

Well.. learn to appreciate of what-we-thought-is-not-important is a new thing that I learn today. I hope it's not too late to express my apologize if I did wrong things to you, my staff.. Muroh and Suster Pu-ah, and two more.. Suster Maya and Titin.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home