Sunday, September 10, 2006

Lomba Makan Kerupuk di Aston Park


Siang itu, kami warga IndoBrummies mengadakan acara peringatan 17Agustusan di Aston Park-lapangan persis di depannya Stadion Aston Villa.

Inti acara tersebut sebenarnya sederhana saja, mempererat tali silaturahmi antar warga IndoBrummies. Untuk menambah semarak dan mengingatkan pada tanah air, berbagai lomba pun ikutan digelar. Mulai dari lomba makan kerupuk, gigit kelereng, masukin pensil dalam botol, dan lain sebagainya. Dan yang paling asik lagi, ada ibu-ibu IndoBrummies yang jualan. Mulai dari somay, mi bakso, pempek, sampe piscok. Yummy..

Acara dipandu oleh saya dan Bisma. Wah, MC cabutan nich. Ngga siap apa-apa, tau-tau malah jadi ngemsi. Untung hari itu pake baju warna merah, jadinya biar kesannya menghayati peran.. hehehe..

Suasana gloomy di sepanjang langit Aston Villa, membuat suhu udara menjadi dinginnya naujubilee.. Saat itu saya cuman pake jaket jins yang tipis, ditambah dengan badan yang tipis, jadi tambah semriwing aja dech dinginnya. Suasana gloomy ngga berhenti sampai disitu. Hujan tipis dan rintik mulai menggayuti langit Aston. Huih, tambah syahdu aja waktu Anggi mendendangkan lagu Indonesia Raya diiringi hujan rintik-rintik. Ditambah lagi, waktu Mamad membacakan teks proklamasi, suasana haru dan dingin semakin menyusup..

And then, tiba saatnya acara lomba yang dinanti2kan anak-anak. Lomba makan kerupuk, gigit kelereng, dan lain sebagainya banyak peminatnya. Bahkan untuk lomba pecah balon, juga mengikutsertakan kontestan peserta dewasa. Seru, jijay, dan penuh intrigue waktu kontestan dewasa ikutan lomba.. hihihi..

Ya gitu dech, ngga cuma di Indo aja bisa meramaikan 17 Agustusan ini. Biarpun lagi jauh di negeri orang, suasana rindu tanah air dan nasionalisme tetap tumbuh di kalangan masyarakat Indo di luar negeri. Ngga cuman di Inggris aja, mungkin di belahan negeri yang lain juga begitu.
Ok, selamat ulang tahun Indonesia. Maju terus ya.. Berantas korupsi dan kita tidak boleh ketinggalan dengan negara lain. Bravo Indonesia........ Bravo Indobrummies

Baked Bean and Telor Mata Sapi


Pagi ini, seperti biasa, saya harus sarapan a la Inggris. Toast, corn flakes, baked bean, scrumble eggs dan ditambah the famous english tea. Semua sudah menjadi lalapan sehari-hari untuk bisa bertahan hidup.

Pagi ini, saya sarapan baked bean dan telor mata sapi. Sangat praktis dan efisien untuk seorang anak kos seperti saya ini. Tinggal masukin microwave, sarapan sudah tersedia.

Tapi, rasanya lidah ini tidak bisa bohong. Kebiasaan makan bubur ayam bang jali, lontong sayur pak sadi, dan nasi uduk bu mar, membuat lidah saya rasanya belum komplit hanya dengan menikmati sarapan a la inggris ini.

Memang, yang namanya selera nusantara tetap nomor satu. Kadang saya ngga pernah peduli dan ngga pernah menghargai betapa jasa Bang Jali dan Bu Mar setiap pagi. Dulu, hampir tiap pagi saya selalu memesan bubur ayam bang jali yang selalu nongkrong di depan komplek. Begitu melihat mobil saya kelihatan di ujung jalan, Bang Jali langsung tersenyum dan membuatkan seporsi bubur ayam untuk bekal gue ke kampus atau ke kantor.

Kadang saya juga sesekali memberikan jatah rejeki kepada Pak Sadi atau Bu Mar, langganan lontong sayur dan nasi uduk. Kalau istilah ekonominya, distribution of income. Kadang sepele, tapi apa salahnya kita juga turut meng-empower jiwa kewirausahaan bang jali, pak sadi, atau bu mar. Itu penting kita lakukan agar orang-orang seperti bang jali cs bisa keluar dari goa kemiskinan mereka dan bisa menatap dunia dengan lebih jernih.

Celah kemiskinan yang sekarang ini dialami oleh orang-orang seperti bang Jali tentunya bukan semata-mata kesalahan bang Jali ataupun karena nasib bang Jali. Gap yang terjadi antara si kaya dan si miskin antara lain juga ulah ketidakbecusan dalam me-manage kehidupan bangsa dan negara.

Apa sich yang tidak dimiliki Indonesia? Minyak? Gas alam? barang tambang? sumber daya manusia? Hampir semua sumber daya vital yang dibutuhkan manusia, dimiliki oleh Indonesia. Tapi kenapa Indonesia hanya bisa masuk dalam ring ke 100 besar dari sisi income per capita (Produk domestik bruto)?

Memang tidak mudah mengurus sebuah negara. Walaupun demikian, kenapa banyak 'orang besar' berlomba untuk menjadi seorang Presiden? Tentu jawabannya bervariasi; ada yang ingin mendapatkan kekuasaan, ada yang ingin melanggengkan kekuasaan, ada yang ingin sedikit memiliki kekuasaan dan turut berjuang demi rakyat, dan ada pula yang semata-mata ingin berjuang demi rakyat. Jawaban yang terakhir biasanya jawaban klise yang sering kita dengar dari kampanye kandidat presiden.

Kembali ke masalah kemiskinan. Apakah bisa memperkecil jarak rentang kemiskinan antara si kaya di pondok indah dan si pengemis di kolong jembatan di tanah abang?

Jawabannya selalu ada. Perbaiki sistem pendidikan. Perbanyak dana untuk pendidikan. Sekolahkan anak-anak jalanan dengan gratis. Beri beasiswa ke luar negeri bagi anak-anak kurang mampu. Tidak perlu mempertimbangkan kemampuan akademis dan kapasitas individu yang dimiliki anak. Tidak semua anak bisa sukses dalam akademis. Tapi ada segelintir anak yang mungkin bisa lebih sukses di bidang yang lain. Jadi, 'memberi tanpa ada pengecualian'. Beri fasilitas student loan bagi mahasisw yang kurang mampu sehingga mereka bisa tetap mampu bersaing dengan mahasiswa kaya.

Proposal saya adalah pendidikan. Pendidikan adalah gerbang kualitas individu yang dapat memberi arah dan jalan bagi individu tersebut. Pendidikan memberikan wawasan dan wacana untuk bisa memandang hidup, memperjuangkan hidup, dan mempertahankan hidup.
Jadi, sebagaimana amanat perubahan UUD '45, pendidikan harus mendapatkan paling tidak plot 20% dari anggaran negara. Pemerintah harus 'mau tahu' dengan kesulitan orang kecil seperti bang jali cs dalam menyekolahkan anaknya. Beri pendidikan gratis buat mereka.
Sistem yang sampai saat ini masih berlaku di negara-negara eropa timur eks uni sovyet bisa dicontoh. Pendidikan gratis untuk kita, untuk semua.

Dengan berbekal pendidikan, anak-anak bang jali cs tentunya akan menatap hari depan mereka dengan lebih cerah. Mungkin dalam 5-10 tahun, anak-anak bang jali cs juga bisa menikmati sarapan baked bean dan telor mata sapi di Inggris seperti saya sekarang ini. Sehingga stigma jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, bisa direduksi dan mudah-mudahan bisa dieliminasi.

Yah, walau dunia selalu berjalan dalam sebuah neraca keseimbangan, tapi apa salahnya kita memberikan timbangan yang lebih berat untuk memperjuangkan nasih bang jali cs. Sehingga walaupun tetap ada istilah si kaya dan si miskin dalam konteks keseimbangan alam, paling tidak jarak antara gap tersebut bisa direduksi.

Sebelum saya lupa... Bang Jali, makasih atas bubur ayamnya ya..